QUO VADIS Alih Fungsi Lahan Di Sleman
Artikel Terkait
Kabupaten Sleman merupakan wilayah yang mempunyai perkembangan yang pesat dan mempunyai daya tarik yang kuat bagi investor. Daya tarik tersebut antara lain yaitu sebagian besar perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berada di Kabupaten Sleman, mempunyai udara yang sejuk karena berada di lereng Gunung Merapi, mempunyai kestabilan tanah dan mempunyai air tanah yang berlimpah.
Alih fungsi lahan pertanian tumbuh secara pesat di Kabupaten Sleman. Alih fungsi lahan tersebut terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan dan kebutuhan terhadap lahan akibat pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan. Alih fungsi lahan apabila tidak dikendalikan akan berdampak pada menurunnya ketahanan pangan dan meningkatnya kerusakan lingkungan. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Sleman selaku regulator harus mengambil berbagai alternatif kebijakan untuk menanganinya.
Perkembangan suatu wilayah tidak terlepas dari pertumbuhan penduduk dan segala aktivitasnya untuk menopang hidup dan kehidupannya yang secara langsung maupun tidak langsung mempertinggi permintaan tanah. Hal inilah yang akan mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya.
Konversi lahan pada tahap tertentu wajar terjadi, namun pada sisi lain jika tidak dikendalikan maka akan semakin bermasalah karena umumnya alih fungsi terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif. Gambaran perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Sleman berdasarkan registrasi di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil cenderung meningkat. Pada tahun 2017 jumlah penduduk mengalami penurunan karena adanya pengkonsolidasian dan pembersihan data penduduk oleh Kementerian Dalam Negeri. Jumlah penduduk tersebut di atas belum termasuk penduduk musiman seperti mahasiswa yang sedang belajar di sejumlah perguruan tinggi di Sleman. Jumlah mahasiswa yang tinggal di Sleman diperkirakan mencapai 250.000 orang, senyatanya menambah jumlah penduduk Sleman yang berimplikasi pada munculnya kebutuhan akan layanan dasar.
Selain jumlah penduduk, tingginya perpindahan penduduk masuk ke Sleman juga menjadi fenomena yang menarik. Tingginya migrasi penduduk masuk ke Sleman dikarenakan kondisi lingkungan yang masih relatif nyaman untuk tempat tinggal dan juga banyaknya perguruan tinggi di wilayah ini sehingga cocok untuk berinvestasi.
Agenda kebijakan Pemerintah Kabupaten Sleman perlu mengambil beberapa alternatif kebijakan untuk menangani maraknya alih fungsi lahan pertanian antara lain:
1. Menekan laju pertumbuhan penduduk.
Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sleman cenderung mengalami penurunan namun masih relatif tinggi. Hal ini tentunya akan berimplikasi pada tingginya permintaan lahan untuk permukiman dan layanan dasar lainnya. Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat juga akan menyebabkan kebutuhan akan lahan sebagai ruang untuk tempat aktivitas semakin meningkat, sementara potensi dan luas lahan yang tersedia sangat terbatas. Oleh karenanya menekan laju pertumbuhan penduduk suka atau tidak suka harus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.
2. Mengembangkan hunian vertikal.
Pengembangan hunian secara vertikal akan lebih menghemat lahan. Cara ini sangat efektif untuk mengurangi penggunaan lahan. Dengan menggunakan cara ini, lahan yang digunakan untuk bangunan lebih sedikit karena letaknya yang sejajar secara vertikal bukan horisontal. Bangunan yang disusun secara vertikal memberikan peluang untuk pencegahan pengurangan lahan dan menjaga ketersediaan ruang terbuka hijau serta memperluas penyerapan air mengingat Kabupaten Sleman sebagian besar merupakan kawasan resapan air untuk menyangga kebutuhan air di Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY). Mengingat hal tersebut maka optimalisasi pembangunan hunian secara vertikal di Kabupaten Sleman dapat dilakukan khususnya pada Kawasan Perkotaan Yogyakarta.
3. Mengembangkan pajak progresif.
Pengenaan pajak progresif pada perubahan penggunaan lahan pertanian ke lahan non pertanian dapat mengurangi permintaan lahan yang berlebihan dan tidak efisien. Untuk membatasi tingkat konversi lahan pertanian pemerintah dapat menerapakan kebijakan pajak progresif sebagai disinsentif. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dikenakan pajak yang lebih tinggi. Selain itu, pajak progresif juga bisa diterapkan pada penduduk luar Sleman yang membeli rumah di Sleman maupun penduduk Sleman yang membeli rumah kedua, ketiga, dan seterusnya.
4. Menyusun dan menetapkan peraturan daerah terkait dengan perlindungan terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Komitmen para pemangku kepentingan untuk mempercepat proses penyusunan Perda Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kabupaten Sleman sangat diperlukan. Dengan ditetapkannya Perda LP2B yang terintegrasi dalam RTRW dapat segera ditetapkan kawasan pertanian yang dilindungi. Lahan pertanian yang dilindungi tentunya didasarkan pada situasi dan lokasi kawasan, aksesibilitas, kesuburan, irigasi, ketersediaan infrastruktur pertanian dan lain sebagainya.
5. Menegakkan peraturan tentang penyediaan.
Ruang Terbuka Hijau dalam pengembang perumahan. Dalam sebuah studi, telah menemukan bahwa pembangunan perumahan di Kabupaten Sleman cenderung kurangnya terhadap penyediaan ruang terbuka hijau sehingga dapat menyebabkan berkurangnya pasokan air bagi Kawasan Resapan Air maupun kawasan di bawahnya.
Oleh karena itu, dengan adanya rencana tata ruang wilayah dan peraturan bupati tentang pengendalian pemanfaatan ruang menjadi alat untuk mengendalikan dan mengarahkan pembangunan dan pemanfaatan ruang.
Berdasarkan data perizinan pemanfaatan ruang maka alih fungsi sampai pada tahun 2018, sebesar 69,93 hektar dengan perincian pada tabel :
Sumber :
https://pertaru.slemankab.go.id/3600/alih-fungsi-di-kabupaten-sleman-pad...
https://bappeda.slemankab.go.id/quo-vadis-alih-fungsi-lahan-pertanian-di...