Pasang IKLAN BARIS GRATIS! DAFTAR | LOGIN


REY DIY Yakin Bisnis Properti Jogja Makin Cerah

    REI DIY
    REY DIY Yakin Bisnis Properti Jogja Makin Cerah

    Tahun 2015 menjadi tahun yang cukup berat bagi pertumbuhan properti skala nasional maupun lokal. Perlambatan tersebut tak lepas dari keadaan ekonomi secara makro yang juga mengalami perlambatan. Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nur Andi Wijayanto, mengungkapkan jika di tahun 2015 pertumbuhan ekonomi Indonesia tak mencapai 5% hanya mencapai 4,7%.

    Properti merupakan produk-produk yang bersifat kebutuhan primer dan juga sebagai instrumen investasi. “Dari data yang dimiliki, penjualan atau supply kami mengalami koreksi hingga 30%. Jika tahun 2014 kami berhasil mensuplai 2950 unit rumah, di tahun 2015 hanya berhasil tidak sampai 2000 unit. Karena demand yang memang mengalami penurunan,” ujar Andi. Dikatakannya lebih lanjut jika segmen pasar yang terkoreksi lebih dominan pada harga 500 juta ke atas.

    Padahal secara nasional permintaan pasar masih cukup tinggi. Data backlog atau permintaan yang tidak terpenuhi secara nasional 13,6 juta dari Badan Pusat Statistik (BPS)dengan asumsi masyarakat yang belum menghuni tempat tinggal, sedang dari data Bappenas tingkat backlog mencapai 7,8 juta dengan asumsi harus memiliki.

    Selain itu diterangkannya juga bahwa salah satu penyebab perlambatan tersebut dipengaruhi oleh sektor komoditas seperti tambang dan perkebunan juga turun. “Kalau di amati, demografi konsumen properti berasal dari sektor tersebut, jadi jika tambang dan perkebunan mengalami koreksi maka properti kena imbasnya,”terangnya.

    Tak hanya itu, dikatakannya penyebaran properti yang tak merata juga menjadi salah satu kendala yang di alami para pelaku bisnis properti. “Penyebaran kota Jogja lebih banyak terfokus di Sleman, Kota, dan Bantul sehingga harga tanah di daerah tersebut akan menjadi langka dan mahal, maka perlu penyebaran pembangunan untuk mengtasi hal tersebut,” katanya saat di temui di kantornya.

    Namun di awal tahun 2016 ini, DPD REI DIY yakin sektor properti akan mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Hanya saja pihaknya tetap mengacu pada data pertumbuhan APBN pemerintah mengalami kenaikan. “Kami tetap mengikuti proyeksi pemerintah yang menargetkan di tahun 2016 mengalami pertumbuhan 5,3 % dengan inflasi 4,7%. Artinya ada pertumbuhan 0,6%. Jika di kompensasikan ke sektor properti kami harus tumbuh minimal 6%, bisa sampai 10%,” ujarnya. Diungkapkannya lebih lanjut bahwa tahun ini pihaknya harus menggenjot suplai rumah.

    “Kami berharap di tahun ini bisa menyuplai 2.200 unit. Optimisme ini selain mengikuti proyeksi pemerintah, juga ditunjang penyederhanaan regulasi yang diberikan melalui paket ekonomi beberapa waktu yang lalu. Namun, sekarang yang lebih penting adalah bagaimana mengawal implementasinya di daerah, karena peluncurannya berbarengan dengan Pilkada serentak. Kami berharap penyederhanaan tersebut sampai dengan kabupaten kota," paparnya. Paket Ekonomi IV salah satunya menyasar sektor properti di mana ada penyederhanaan aturan dari 40 menjadi delapan.

    Menurutnya kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah sangat bagus untuk melakukan efisiensi di bidang regulasi. Tujuan paket kebijakan ekonomi pemerintah tersebut untuk menjaga agar sisi demand tetap tumbuh dengan mampu mengkonsumsi, tetapi juga sisi suplai tetap terjaga. Hanya saja menurut Andi efisiensi legalitas yang diharapkan pemerintah pusat tak dapat langsung dapat dirasakan di daerah. “Dengan penyerahan perijinan separuh di level kabupaten kota, seperti Ijin lokasi, Ijin Prinsip, Siteplan, IMB, maka kami berharap pemerintah daerah segera menyesuaikan dengan paket kebijakan tersebut,” terangnya lebih lanjut.

    Adapun tantangan lain yang akan dihadapi DPD REI DIY adalah berkaitan penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Permintaan dengan subsidi yang ditawarkan sebenarnya cukup menarik dan mudah. Hanya saja lagi-lagi kendala harga dasar tanah yang sudah mahal membuat program tersebut sulit dijalankan di Jogja.

    “Rumah subsidi yang disajikan pemerintah dengan harga jual maksimal 110 juta, uang muka 1%, dan cicilan bunga 5%, atau sekitar 700 ribu perbulan, sangat membantu untuk mensuplai backlog yang terjadi, itu kemudahan yang ditawarkan dari sisi demand. Kami berharap insentif dari pemerintah bagi demand atau pengembang berupa bantuan Prasarana dan Sarana Dasar Pekerjaan Umum (PSDPU) sebesar 6 juta per unit bisa dipercepat sehingga dapat membantu pembangunan, karena ternyata penyalurannya tak selancar yang dibayangkan,” harapnya.

    Andi, yakin jika di tahun 2016 ini rumah bagi MBR akan tersuplai, meskipun tidak mencapai permintaan yang ada. Hal ini dikatakannya, karena ada pengembang-pengembang yang mulai tertarik untuk mensuplai. “Ada pengembang yang tertarik membangun perumahan dengan program FLPP, hanya saja mereka dari luar Jogja, seperti Klaten dan Purworejo. Mereka sudah berkomunikasi dengan kami untuk membangun di daerah Kulonprogo dan Bantul,” ujar Andi.

    Di akhir perbincangan, Andi menegaskan jika pihaknya yakin dapat mencapai target yang dicanangkan. Soal semakin mahal dan langkanya lahan yang dapat digunakan sebagai perumahan, tren hunian kedepan mungkin akan mengarah ke pembangunan vertikal sebagai salah satu solusinya. Namun, dia berpesan jika cara masuknya bukan dari apartement yang dijual bagi segmentasi high end. “Bisa lewat rusunawa dan rusunami yang terbukti dapat di terima masyarakat. Terlihat dari 54 rusunawa di DIY, tidak ada yang ditolak warga. Ini pilihan masa depan, tapi tolong sesuaikan dengan kebutuhan yang tepat,” ungkapnya tegas. Greg-red

    PARTNER
    Archira - Architecture & Interior    A + A Studio    Sesami Architects    Laboratorium Lingkungan Kota & Pemukiman Fakultas Arsitektur dan Desain UKDW    Team Arsitektur & Desain UKDW    Puri Desain