Pasang IKLAN BARIS GRATIS! DAFTAR | LOGIN


Paduan Alam di Hunian Krisna Tjahya

    rumah limasan
    rumah joglo jawa
    rumah Krisna Tjahya

    Rumah dengan halaman luas dengan rimbunnya pepohonan serta beberapa bunga yang sedang memekarkan kelopaknya di beberapa sudut menjadi penghantar kita memasuki kawasan rumah yang beralamat di Dusun Pajangan, Pandowoharjo, Sleman, Yogyakarta.

    Sebuah pendopo nampak berdiri dengan gagahnya dan menjadi wajah dari hunian ini. Pendopo yang sudah berusia ratusan tahun dan menjadi saksi tumbuh kembangnya beberapa generasi sudah mengalami renovasi. Renovasi dilakukan karena beberapa tiang sudah mengalami pelapukan dan ada beberapa tambahan disana-sini yang tidak mengurangi nilai eksotik dan fungsi dari pendopo tersebut.

    “Secara konstruksi, tetap. Cuma karena rumah dulu pendek-pendek, tiang-tiang ini aku angkat 107 cm karena ada rumah limasan di bagian belakang dan supaya ideal dan masih kelihatan bagus dari depan, saya naikkan dengan sudut kemiringan tetap,” terang Krisna, panggilan akrab pria yang berprofesi sebagai arsitek. Tiang-tiang kayu penyangga kelihatan semakin menarik dalam balutan kain motif Bali yang menyelubunginya sehingga menambah kesan elegan dan etnik. Sebuah meja bulat kayu dengan dikelilingi beberapa kursi dengan alas dan sandaran dari jalinan rotan berada di tengah pendopo. Sebuah lampu robyong menggelayut di atasnya sebagai penerangan di kala malam. Pendopo ini sering digunakan sebagai sarana pertemuan warga atau sekedar sebagai tempat berkumpul dan bermain anak-anak sekitar.

    Renovasi dan inovasi juga dilakukan Krisna pada rumah limasan yang terdapat tepat di belakang pendopo. Rumah ini sudah berdiri sejak tahun 1800-an dan merupakan peninggalan dari kakek Krisna yang merupakan seorang lurah pada masa itu. Rumah limasan yang notabene hanya 1 lantai diubah menjadi 2 lantai karena kebutuhan akan sebuah ruang. “Konstruksi utamanya tetap limasan, hanya saja ada frame pendukung untuk menjadi 2 lantai, yaitu dari balok. Pada awal pembangunan, tukangnya sebenarnya ragu dan belum pernah mengerjakan konstruksi seperti itu dan saya juga belum pernah liat ada rumah limasan 2 lantai. Bila tak dimodifikasi cuma bisa satu kamar saja,” jelas Krisna.

    Perombakan pun terjadi dan Krisna 'kembali' lagi ke perpustakaan kampus untuk mencari referensi konstruksi limasan. Proses pembangunan memakan waktu 2 bulan lamanya. Limbah dari rumah lama tidak semena-mena dibuang begitu saja. Ada beberapa material dari rumah lama yang dipakai kembali, misalnya saja bongkahan batu yang menghiasi dinding bagian luar kamar mandi. Dinding batu yang berpadu dengan bata ekspos membuat tampilan luar kamar mandi kelihatan menarik. Hal menarik tidak hanya terdapat di bagian luar kamar mandi saja, interior bagian dalamnya pun juga penuh dengan kejutan. Interior bagian dalam kamar mandi didominasi dengan warna hijau yang segar. Sebuah dinding beton dengan pola bulat nampak begitu unik dipadukan dengan beberapa cermin yang beraneka warna. Di dalam cermin tersebut terdapat lampu yang ketika dinyalakan akan memancarkan pendar cahaya yang menghasilkan warna-warna yang semarak.

    Uniknya lagi, wastafel di kamar mandi ini berbentuk aquarium yang didalamnya terdapat beberapa ikan koki yang berenang kian kemari sehingga membuat anak kecil betah di kamar mandi dan tidak rewel ketika dimandikan. Sebuah dinding kaca dengan hiasan cermin berada di atas wastafel aquarium tersebut. Ventilasi udara yang terbuat dari mozaik kaca dengan list kayu semakin mempercantik kamar mandi tersebut. Sebuah gebyok sisa dari material rumah lama menjadi penghias sekaligus dinding sisi utara kamar mandi tersebut.

    Sisa-sisa limbah dari rumah lama, seperti bambu, dimanfaatkan Krisna untuk plafon rumahnya. Bambu-bambu tersebut selain menjadi penghias dan tampil cantik juga mempunyai fungsi lain sebagai ventilasi udara. ”Karena berada di daerah tropis, saya manfaatkan bambu-bambu dari bongkaran rumah lama dan saya jadikan plafon. Kalau panas tidak terlalu panas dan kalau dingin, udaranya tidak bergerak jadi tidak memerlukan penghawaan buatan,” beber ayah dua anak ini. Bambu-bambu tersebut juga digunakan sebagai hiasan pintu gerbang yang berada di sisi kanan pendopo. Pintu gerbang besi bercat coklat dengan kolom-kolom berisi kayu dan bambu limbah rumah menjadikan rumah ini semakin cantik. Sebuah gapura dari susunan batu bata menjadi penghubung antara pendopo dengan rumah limasan yang berada di belakangnya. Gapura ini diadopsi dari regol rumah Jawa dan Bali sekaligus sebagai pembatas antara ruang semi private ke ruang private.

    Gapura ini bersanding dengan dinding yang permukaanya dihiasi sekam padi sehingga menghasilkan corak yang unik dan apik mirip dengan teraso. Sekam-sekam di dinding ini dicoating supaya tidak rontok. “Penggunaan sekam lebih murah daripada teraso beneran. Teraso beneran bisa hingga 300rb-an/m. Tadinya aku khawatir gabahnya akan rusak akan tetapi sudah tiga tahun tidak hancur,” ujar Krisna. Di ruang keluarga ini juga terdapat sebuah lampu dari anyaman rotan dan diberi tambahan carang-carang ranting, lampu laba-laba, Krisna menyebutnya. “ Lampu laba-laba ini saya sengaja buat sebagai tempat tinggal laba-laba. Dulunya kosong ngga ada laba-labanya. Echh, ngga taunya beneran dihuni oleh laba-laba. Jaring-jaring tersebut bila tertimpa lampu menghasilkan cahaya yang unik,” terang Krisna. Inovasi juga dilakukan Krisna pada bagian atap rumah. Listplang yang biasanya terbuat dari kayu, ia siasati dengan tanah liat agar awet ketika terkena terpaan cuaca sehingga dapat bertahan hingga beberapa generasi. “Mungkin dulu Embah membuat rumah ini sudah diperkirakan akan dipakai hingga beberapa generasi ke depan. Saya generasi ketiga. Saya juga berpikiran buat rumah ini juga dapat berkembang hingga beberapa generasi ke depan setelah saya,” ungkap Krisna.

    Rumah limasan ini tidak meninggalkan pakem rumah Jawa yang mempunyai beberapa bagian ruang seperti gandok, senthong, dll. Hanya saja kemasannya secara arsitektur agak beda, mengalami modifikasi tetapi secara fungsi masih masih ada. Senthong atau kamar dalam hunian ini tidak berupa gebyok melainkan terbuat dari tembok GRC (semen cetak) yang menggunakan sistem knock-down sehingga dapat dibongkar sewaktu-waktu sesuai dengan konsep rumah tumbuh yang sesuai mode, kebutuhan, dan zaman. Di bagian belakang rumah terdapat sebuah bangunan yang difungsikan sebagai dapur dan laundry. Bangunan tersebut bersanding dengan garasi dan gudang. Hamparan rumput hijau dan beberapa taman memisahkan bangunan-bangunan tersebut dari rumah induk. Di sisi kiri rumah induk terdapat sebuah gandok dengan dinding bata ekspos. Batu bata yang digunakan dalam hunian ini bukan batu bata yang khusus ekspos melainkan batu bata kampung yang diperoleh Krisna dari pembuat bata yang terdapat di kampung sebelah. “Kembali ke konsep awal.

    Rumah ini dibangun dengan apa adanya dan menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya. Batu bata yang digunakan bukan batu bata yang khusus ekspos dan tidak dicoating, tidak lembab ke dalam, dan tidak berjamur karena waktu pengerjaannya campuran semennya benar. Batanya tidak terlalu basah, semennya banyak airnya sehingga dia ngresap ke dalam batu bata dan membuat water proff secara alami,“ jelas Krisna. Gandok ini terdiri dari beberapa kamar dan di bagian selasar depannya terdapat meja kursi sebagai tempat bercengkrama. “Kamar-kamar ini, mungkin nantinya untuk anak kalau sudah besar dan memerlukan kamar sendiri. Untuk saat ini difungsikan sebagai kamar bila ada tamu atau kerabat yang menginap,” imbuh Krisna.

    Sebuah gandok juga terdapat di bagian depan, tepatnya di sisi kiri pendopo. Masih dalam balutan dinding bata ekspos, bedanya jendela di bangunan ini bermotif mozaik paduan kaca riben dengan kaca hijau. Jendela ini diadopsi dari konsep ranting-ranting pohon yang ada di sekitaran rumah Krisna. Ruang-ruang ini di bangunan ini difungsikan sebagai ruang praktek istri Krisna yang bekerja sebagai dokter. Di sebelah ruang praktek difungsikan sebagai ruang kerja dan kantor Krisna. “ Bagian-bagian dari rumah ini sebetulnya percobaan dari riset aku, seperti dinding sekam, tembok GRC yang knockdown, limasan 2 lantai, aku uji di sini dan ketika sukses kubawa ke beberapa project-project aku. Bisa dibilang ini rumah uji coba,” papar Krisna sembari tersenyum. “Dari sisi material, saya tidak terlalu suka terlalu industrial dan itu merupakan tantangan bagi saya. Contohnya saja, dinding kamar mandi yang berpola bulat itu saya buat sendiri. Rencananya saya mau pakai grass block tapi terlalu industrial sekali. Begitu pula dengan paving yang ada di depan. Mungkin nanti akan saya lepas dan saya ganti rumput biar tidak terlalu flat,” imbuh Krisna. Ingin mencoba inovasi Krisna dengan memanfaatkan lingkungan sekitar pada huniannya?? Mungkin Anda juga dapat mencobanya pada rumah Anda. Selamat berkreasi! Ganang-Red

    PARTNER
    Archira - Architecture & Interior    A + A Studio    Sesami Architects    Laboratorium Lingkungan Kota & Pemukiman Fakultas Arsitektur dan Desain UKDW    Team Arsitektur & Desain UKDW    Puri Desain